Home / Berita / 29 September Peringati Hari Sarjana Nasional, Ini Yang Berasal-Usulnya

29 September Peringati Hari Sarjana Nasional, Ini Yang Berasal-Usulnya

Hari Sarjana Nasional 29 September
Jakarta – Kemendikbud RI menetapkan Hari Sarjana Nasional 29 September. Di Indonesia, orang pertama yg sukses menjangkau gelar sarjana yakni Sosrokartono, abang dari R.A. Kartini.

Adanya Hari Sarjana Nasional dibutuhkan sanggup menjadi pemacu semangat untuk selalu menuntut ilmu. Berikut asal-usul perayaan Hari Sarjana Nasional.

Sejarah Hari Sarjana Nasional

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarjana yakni orang akil (ahli ilmu pengetahuan). Sarjana juga ialah gelar strata sesuatu yang diraih oleh seseorang yang sudah menamatkan pendidikan tingkat terakhir di sekolah tinggi tinggi.

Dikutip dari situs resmi Kemendikbud, Hari Sarjana Nasional pertama kali digaungkan oleh Kementerian, Pendidikan, dan Kebudayaan RI pada Hari Sarjana Nasional 29 September 2014. Kemudian, Hari Sarjana Nasional diperingati hingga kini setiap tanggal 29 September.

Di Indonesia, Sosrokartono yakni orang pertama yang menjangkau gelar sarjana. Kakak kandung Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini tersebut sukses mengakhiri studinya di Jurusan Teknik Sipil, Polytechnische School, Belanda, pada tahun 1899.

 

Baca juga: Hari Batik Nasional 2 Oktober 2024: Sejarah Sampai Tema Peringatan

Tentang Sosrokartono

Berdasarkan catatan redaksi , Sosrokartono sukses menguasai 26 bahasa gila dan 10 bahasa tempat Indonesia. Pria kelahiran 10 April 1877 itu ialah putra Bupati Jepara RM Adipati Ario Sosroningrat dan Nyai Ngasirah.

Sosrokartono mengenyam pendidikan setara orang-orang Belanda yang ada di Indonesia di saat itu. Ia menempuh pendidikan SD di Eropesche Lagere School di Jepara, dulu melanjutkan ke sekolah menengah di Hogere Burgerschool di Semarang, dan melanjutkan pendidikan ke Belanda pada 1898, menjadi mahasiswa pertama yg melanjutkan pendidikannya ke Belanda.

Awalnya, Sosrokartono masuk ke sekolah teknik di Leiden, dulu berpindah ke jurusan bahasa dan kesusastraan Timur.

Lulus dari sekolah tinggi, dengan Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden, ia mengembara ke semua Eropa. Ia sempat melakukan pekerjaan selaku penerjemah dan wartawan di media Eropa.

Hingga akhirnya, Sosrokartono sedang pekerjaan selaku wartawan media dari AS, The New York Herald Tribune. Sosrokartono meliput Perang Global (PD) I.

Ketika bertugas dalam medan perang, Sosrokartono diberi pangkat mayor oleh pihak Sekutu bagi memperlancar tugasnya. Salah satu karyanya selaku wartawan PD-I yakni menampung hasil tawar menawar antara Jerman yang kalah perang dengan Prancis, pihak yg menang.

Perundingan itu berjalan secara belakang layar di suatu gerbong kereta api di hutan Campienne, Prancis yg dijaga sungguh ketat. Nama penulis isu itu tak disebutkan, selain arahan tiga bintang, arahan samaran Sosrokartono.

Setelah PD I selesai, Sosrokartono kembali menjadi penterjemah di Wina, lalu jago bahasa pada Kedubes Prancis di Den Haag, dan penerjemah di kantor Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jenewa.

Sosrokartono juga dimengerti selaku pejuang pendidikan. Ia wafat pada 8 Februari 1952 dan dikebumikan di makam Sedo Mukti, Desa Kaliputu, Kudus, Jawa Tengah, di samping makam kedua orang tuanya, Nyai Ngasirah dan RMA Sosroningrat.

Related Posts

Tagged:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *