
Jakarta – Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat total dana kerugian korban penipuan meraih Rp 700 miliar hingga 9 Februari 2025. Dana tersebut menurut laporan penduduk yang diterima IASC sejak November 2024 lalu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi menyampaikan dalam kurun waktu 3 bulan, IASC menerima sebanyak 42.257 laporan. Dari total tersebut, sebanyak 40.936 laporan telah sukses diverifikasi. Lalu, total rekening yang terverifikasi meraih 70.390 rekening dan sebanyak 19.980 rekening yang telah sukses diblokir IASC.
“Kemudian total dana kerugian penduduk dalam waktu 3 bulan merupakan Rp 700 miliar rupiah dan telah kita blokir sekitar Rp 100 miliar rupiah, sekitar 15%,” kata wanita yang erat disapa Kiki dalam program Konferensi Pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025, di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Kiki menandakan kecepatan korban dalam melaporkan jadi penentu seberapa besar kesempatan dana sanggup kembali. Sebab, dalam tiga bulan terakhir ini, Kiki menyebut kasus-kasus yang diadukan sebagian besar terjadi telah lama.
“Saat kita luncurkan di soft launching kemudian aneka macam kasus-kasus yang diadukan namun bahwasanya telah terjadi lama. Kami senantiasa sampaikan bahwa kecepatan penduduk yang menjadi korban dalam melaporkan terhadap Indonesia Anti Scam Center baik lewat IASC itu sendiri, portal IASC maupun terhadap PUJK-nya eksklusif itu akan sungguh mensugesti berapa dana yang sanggup kita selamatkan,” jelas Kiki.
Lebih lanjut, IASC ini merupakan lembaga kerjasama antara Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dengan pelaku industri perbankan, penyedia jasa pembayaran, e-commerce, dan pihak terkait lainnya, yang berencana untuk menindaklanjuti laporan penipuan (scam) di sektor keuangan.
Nantinya, lembaga terkait yang tergabung pada IASC akan mengerjakan beberapa hal dalam mengatasi laporan penipuan. Di antaranya, mengerjakan verifikasi untuk menentukan terjadinya penipuan. Kemudian, mengerjakan penundaan transaksi penipuan (pemblokiran) dengan segera dan mengupayakan evakuasi sisa dana korban. Lalu, mengerjakan kenali pelaku serta berkoordinasi penindakan aturan dengan Aparat Penegakan Hukum.