
Karyawan China (Foto: Reuters/Jason Lee)
Setelah beberapa tahun dipahami dengan budaya kerja ekstrem, sejumlah perusahaan teknologi di China sekarang mulai menerapkan kebijakan kerja yang lebih erat bagi karyawan China. Jadwal kerja yang lebih longgar mulai terlihat di beberapa perusahaan besar, menandai perubahan dari metode kerja ‘996’ yang selama ini merajalela.
Salah satu pola paling menonjol tiba dari Midea, produsen perangkat elektronik rumah tangga. Jika sebelumnya para pegawainya sudah biasa lembur sampai larut malam, sekarang mereka didorong untuk pulang sempurna waktu, bahkan diusulkan meninggalkan kantor pukul 18.20.
Dalam unggahan media sosialnya di Weibo, Midea membagikan foto performa grup band dibarengi keterangan, “Apa yang kalian lakukan setelah bekerja? Hidup yang sebenarnya dimulai setelah bekerja.”
Perubahan serupa juga terjadi di perusahaan lain, meski tidak seekstrem Midea. Haier, misalnya, sekarang menerapkan metode kerja lima hari dalam seminggu-langkah kecil yang tetap disambut semarak oleh para karyawan di media sosial.
DJI, produsen drone ternama dunia, juga mengharuskan para stafnya untuk mengosongkan kantor sebelum pukul 21.00. Bagi para pekerja, ini merupakan kemewahan tersendiri. “Tidak perlu takut ketinggalan kereta terakhir, dan tidak lagi menghasilkan istri terbangun dikala pulang malam,” tulis seorang pegawai DJI di media sosial, mengungkap rasa lega atas kebijakan gres itu.
Perubahan ini sungguh kontras dengan metode kerja ‘996’, merupakan melakukan pekerjaan dari jam 9 pagi sampai 9 malam selama enam hari dalam seminggu-sebuah metode yang sempat disanjung oleh pendiri Alibaba, Jack Ma. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir timbul perumpamaan lebih ekstrem, ‘007’, menggambarkan kerja non-stop setiap hari.
Meskipun Mahkamah China sudah menyatakan praktik kerja ‘996’ selaku ilegal sejak 2021, tekanan kerja tinggi masih menjadi norma di banyak perusahaan teknologi dan keuangan. Namun, analis menyebut bahwa tren perubahan ini lebih dipicu oleh regulasi ketenagakerjaan gres di Uni Eropa dibandingkan dengan tekanan publik di dalam negeri.
Pemerintah China pun turut mendorong pembatasan jam kerja optimal 44 jam per ahad bagi perusahaan. Meski begitu, sejumlah pekerja tetap skeptis kepada keberlanjutan perubahan ini. Salah satu karyawan yang enggan disebut namanya mengaku tetap mesti siaga 24 jam dan bahkan diminta menghadiri rapat dikala sedang cuti.
“Saya ragu perubahan ini akan bertahan lama,” ungkapnya dengan nada pesimistis.