
Jakarta –
Raksasa properti China, Evergrande, gres saja mendapat perintah likuidasi dari pengadilan Hong Kong. Keputusan ini diambil akhir kegagalan perusahaan tersebut dalam memamerkan planning restrukturasi yang positif selama lebih dari dua tahun setelah gagal bayar utang mancanegara dan setelah berulang kali sidang pengadilan.
Melansir Reuters, Selasa (30/1/2024), Evergrande diketahui sudah terlilit utang sebesar lebih dari US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.745 triliun (Kurs Rp 15.783/US$). Keputusan ini tidak hanya menyampaikan pukulan telak terhadap perusahaan pengembang paling besar di dunia ini, tetapi juga memperlebar ketidakpastian dalam krisis finansial yang tengah berjalan di negara tersebut.
“Saatnya bagi pengadilan untuk menyampaikan cukup sudah,” kata Hakim Linda Chan yang memimpin sidang pada Senin (29/1/2024) kemarin.
Keputusan ini bikin panggung untuk apa yang dibutuhkan akan menjadi proses yang panjang dan rumit, dengan pertimbangan politik yang mungkin. Alvarez & Marsal, suatu firma likuidator, ditunjuk untuk mengorganisir proses likuidasi ini. Penunjukan ini dibutuhkan akan menggantikan penyusunan planning restrukturisasi gres untuk Evergrande selama ketuanya, Hui Ka Yan, tengah diinvestigasi atas prasangka kejahatan.
Sebagai informasi, Evergrande yang memiliki aset senilai US$ 240 miliar atau sekitar Rp 3.788 triliun, sebelumnya sudah bikin sektor properti China terguncang dikala gagal mengeluarkan duit utangnya pada tahun 2021. Keputusan likuidasi ini memperbesar ketidakpastian bagi pasar modal dan properti yang sudah rapuh.
CEO Evergrande, Siu Shawn, menyampaikan terhadap media China bahwa proyek-proyek pembangunan rumah akan tetap dilanjutkan walaupun ada perintah likuidasi. Namun, penanam modal dan pasar tetap berhati-hati terhadap efek ekonomi dan politik yang mungkin terjadi, utamanya bagaimana otoritas China akan mengakui putusan pengadilan Hong Kong.
Sementara itu, reaksi pasar terhadap keputusan ini tidak terhindarkan. Saham Evergrande anjlok sampai 20%. Hal tersebut memaksa mereka untuk melakukan penangguhan jual beli pada saham China Evergrande dan dua anak perusahaannya, China Evergrande New Energy Vehicle Group dan Evergrande Property Services.
Baca juga: Hong Kong Vonis Evergrande Dilikuidasi, Sahamnya di China Langsung Ambrol |
Dalam konteks lebih luas, keputusan ini juga bikin tantangan bagi pemerintah China yang tengah berjuang dengan ekonomi yang kurang performa, pasar properti yang lesu, dan bursa saham yang rendah.
Evergrande sebelumnya sudah mengajukan tuntutan penangguhan sidang dengan menyatakan bahwa mereka sudah bikin perkembangan beberapa langkah dalam proposal restrukturisasi terbaru.
Meskipun demikian, pengadilan tentukan untuk melanjutkan dengan keputusan likuidasi yang bisa menyebabkan sulitnya operasional harian perusahaan.
Dengan proyek pembangunan rumah yang masih berlangsung, Evergrande bermaksud untuk menentukan bisnis tetap berjalan.
Meskipun demikian, suasana ini bikin ketidakpastian lebih lanjut terkait bagaimana likuidasi ini akan memengaruhi operasional perusahaan dan dampaknya terhadap para pemegang saham, kreditur, dan pasar properti secara keseluruhan.
Sementara itu, keputusan ini memukau perhatian para ahli, salah satunya seorang ekonom senior di Natixis, Gary Ng. Ia menyebutkan bahwa proses likuidasi Evergrande di China daratan bisa menjadi lebih rumit.
Seiring aset utama Evergrande berada di Tiongkok daratan, para kreditor dan pemegang obligasi mancanegara dikhawatirkan akan menghadapi kesusahan dalam mengeksekusi aset dan menyeleksi prioritas pembayaran.
Dengan Evergrande berusaha untuk mengajukan banding terhadap keputusan likuidasi, pasar dan pemangku kepentingan akan memperhatikan perkembangan berikutnya dalam krisis finansial yang kian rumit ini.
No tags for this post.